MAJALAHREFORMASI.com - Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, Roosita Meilani Dewi mengatakan dalam momentum Sumpah Pemuda saat ini generasi muda dihadapkan pada ancaman dalam bentuk konsumsi rokok yang tinggi. Sehingga ia menjelaskan bahwa kenaikan harga rokok dapat menjadi langkah efektif dalam mengurangi jumlah perokok dan mencegah generasi muda terjebak dalam kebiasaan merokok yang berbahaya. Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa di Indonesia dari 2011 hingga 2021. Tidak hanya itu, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan dari tahun 2013 hingga 2018.
"Indonesia saat ini memiliki harga rokok yang tergolong rendah, dan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cukai rokok dan kompleksitas struktur tarif cukai. Saya berharap kenaikan harga rokok dapat mengurangi konsumsi, mendorong perokok untuk berhenti merokok, serta mengurangi inisiatif untuk memulai kebiasaan merokok di kalangan anak muda," ujar Roosita kepada wartawan di Jakarta.
Roosita mengingatkan rokok sebagai penyebab utama dari berbagai penyakit mematikan seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan. Harga rokok yang lebih tinggi dapat mengurangi insentif bagi generasi muda untuk mulai merokok, sehingga membantu melindungi mereka dari risiko kesehatan yang serius di masa depan.
Dia berpesan melalui momentum Sumpah Pemuda kali ini, bersama-sama menyuarakan perlindungan generasi muda sebagai prioritas. Kenaikan harga rokok dapat menjadi langkah efektif dalam mengurangi jumlah perokok dan mencegah generasi muda terjebak dalam kebiasaan merokok yang berbahaya.
Meskipun tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) di Indonesia naik setiap tahun, dampaknya terhadap penurunan prevalensi perokok anak belum signifikan. Dengan target menurunkan prevalensi perokok anak dalam RPJMN 2020-2024, dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen, Roosita mengarisbawahi perlunya upaya yang lebih ambisius. (David)