MAJALAHREORMASI.com– Sidang lanjutan atas kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dengan terdakwa Prof Marthen Napang kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/11). Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa.
Terdakwa MN menghadirkan tiga saksi ahli, yakni seorang dosen ahli pidana, ahli IT Adi Wahyudi, dan pihak Universitas Makassar, Kadaruddin. Pemeriksaan para saksi menghadirkan berbagai fakta menarik yang memunculkan sedikit perdebatan antara tim kuasa hukum terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam keterangannya, ahli IT Adi Wahyudi mengungkapkan bahwa hasil pengiriman email dapat diubah atau direkayasa. Ia menilai bahwa perubahan nama dalam dokumen elektronik yang menjadi bukti adalah akibat kesalahan ketik. “Bukti ini dapat dianggap bisa saja direkayasa karena ada kesalahan nama email,” ujar Adi di hadapan majelis hakim.
Menanggapi pernyataan tersebut, JPU menyatakan bahwa dokumen elektronik tersebut telah diperiksa dan diverifikasi oleh tim siber, bukan oleh penyidik Mabes Polri. JPU memastikan bahwa bukti tersebut sudah melalui pemeriksaan mendalam dan validasi oleh tim ahli yang kredibel.
"Apakah anda pernah melakukan digital forensik? tanya JPU.
"Belum pernah," jawab saksi IT.
Sementara itu, Kadaruddin, yang mewakili Universitas Makassar, memberikan kesaksian untuk menguatkan alibi MN dalam kasus ini. Ia menyatakan bahwa absensi kuliah tidak mungkin dipalsukan atau diwakilkan. “Data menunjukkan bahwa MN pada tanggal 12 Juni 2017 masih berada di Makassar,” ungkapnya.
Namun, pernyataan Kadaruddin menuai keraguan dari JPU. Diketahui, Kadaruddin baru bergabung dengan Universitas Makassar pada tahun 2019, sehingga dinilai tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai kejadian pada tahun 2017. “Bagaimana mungkin saksi paham detail peristiwa yang terjadi sebelum ia bergabung?” kata JPU dalam argumennya.
Majelis hakim kemudian menunda sidang dan menjadwalkan lanjutan pemeriksaan pada Kamis, 28 November 2024. Agenda berikutnya akan melibatkan pemeriksaan saksi tambahan dari terdakwa.
Kasus ini terus menyita perhatian publik, terutama karena menyangkut seorang nama guru besar di Unhas yang terjerat dugaan kasus penipuan dan pemalsuan. (*)