Logo Selasa, 20 Mei 2025
images

MAJALAHREFORMASI.com - Di balik masa pensiun yang tenang, tersimpan semangat yang tak pernah padam. Komunitas Perkumpulan Keluarga Kerohanian Kristen eks Karyawan Keluarga Inco/Vale, Sorowako, Sulawesi Selatan membuktikan bahwa kasih dan kepedulian tidak mengenal usia dan batas waktu. Meski telah menanggalkan seragam kerja, mereka tetap aktif sebagai perpanjangan tangan kasih Tuhan—mengunjungi dan menyentuh hati mereka yang selama ini terlupakan.

Dengan semangat dan wajah-wajah penuh senyum, para anggota Perkumpulan Keluarga Kerohanian Kristen eks Karyawan Keluarga Inco/Vale, ini menggelar aksi sosial di bawah kolong jembatan 3, Pluit. 

Foto berbagi alat tulis, snack box, serta edukasi merawat gigi dari drg. Renny Limarga & dr. Edy, lengkap dengan sumbangan sikat dan pasta gigi.

Bersama tim P.S. Billy Lantang yang dikoordinatori Bapak Yossi, kami juga membagikan sembako untuk warga sekitar 

Foto saat baksos ke suku Badui luar menyumbangkan 100 paket sembako dan susu buat anak-anak 

Disana mereka membagikan perlengkapan alat tulis-menulis dan snack box untuk anak-anak, serta bekerja sama dengan drg. Renny Limarga dan dr. Edy yang memberikan penyuluhan cara merawat dan menggosok gigi yang baik dan benar. 

Dalam kegiatan itu, turut disumbangkan pula sikat gigi dan pasta gigi. Momen itu pun diperkuat oleh kehadiran tim dari Ps. Billy Lantang yang dikoordinasi oleh Yossi, yang membagikan paket sembako dan snack box kepada warga sekitar. 

Tak hanya itu, komunitas ini juga menyempatkan diri mengunjungi masyarakat Baduy Luar, di mana mereka menyerahkan 100 paket sembako dan susu untuk anak-anak.

Foto ketika mengunjungi Yayasan Kemah Peduli Sahabat Kasih yang merawat ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)

Selanjutnya pada Senin,(14/4) komunitas ini melanjutkan rangkaian kasih mereka dengan mengunjungi tiga panti sosial di Serpong dan sekitarnya. Kali ini komunitas ini datang ke Yayasan Kemah Peduli Sahabat Kasih yang merawat ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti yang menaungi para lansia, serta Panti Sosial Tangan Kasih yang menjadi rumah bagi anak-anak. 

Di setiap tempat, mereka hadir tidak hanya dengan membawa donasi berupa makanan, buah-buahan, dan pakaian, tetapi juga cinta, harapan, dan doa.

Adela, koordinator komunitas untuk luar negeri, menceritakan awal mula pertemanan mereka yang tumbuh saat bekerja di pabrik Nikel Inco, Sulawesi Selatan. Persahabatan itu tidak berakhir saat masa kerja selesai. Malah semakin erat karena didasari iman yang sama.

“Kami sayang Tuhan Yesus, jadi kami ingin menjadi perpanjangan kasih-Nya bagi sesama. Hidup kita bukan hanya untuk kita sendiri. Patokan hidup kita kan adalah kasih Tuhan,” ujarnya dengan mata berbinar.

Bagi anak-anak yang kurang beruntung, Adela punya pesan yang dalam dan menyejukkan: “Tetaplah punya pengharapan, karena Tuhan tahu jalan hidupmu. Jangan hilang harapan. Imani saja, bahwa hari esok pasti cerah.”

Sementara itu, Meity, koordinator untuk wilayah Indonesia, mengungkapkan bahwa tradisi berbagi ini telah lama menjadi bagian dari hidup mereka, bahkan sejak masih aktif bekerja. Dulu, mereka menyebutnya “kesetiakawanan sosial”. Kini, bentuk kasih itu bertransformasi menjadi aksi nyata lintas generasi dan tempat.

“Kami dulu sering mengunjungi daerah-daerah untuk membantu dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pelatihan. Setelah pensiun, kami tidak berhenti. Sekarang kami hanya menjadi perpanjangan tangan kasih bagi mereka yang membutuhkan.”

Foto di Panti Werda milik Yayasan Bina Bhakti khusus bagi orang Jompo

Tak hanya menjelang Paskah, komunitas ini aktif sepanjang tahun. Aksi mereka adalah bukti nyata bahwa pensiun bukan alasan untuk berhenti peduli. Mereka saling menopang satu sama lain, menjaga api semangat tetap menyala. Alex, suami Meity, turut hadir dan menyampaikan dukungannya.

“Istri saya dipercaya sebagai koordinator untuk menampung berbagai bentuk donasi. Saya sepenuhnya mendukung. Intinya, kami ini hanya perpanjangan tangan dari para donatur yang ingin berbagi kasih.”

Kasih yang Tak Pernah Pensiun

Komunitas ini mengajarkan satu hal yang mungkin terlupa di tengah hiruk-pikuk dunia: bahwa kasih, ketika disalurkan, tak pernah habis. Ia justru tumbuh, menjelma menjadi harapan baru bagi mereka yang nyaris tak memiliki apa-apa.

Karena sejatinya, masa pensiun bukanlah akhir. Tapi awal dari pelayanan yang lebih tulus, lebih dalam, dan lebih berarti. Sebuah hidup yang tetap menyala, menjadi terang—seperti Kristus yang mereka imani.

Foto saat Kunjungan Sosial ke Panti Asuhan Yayasan Sosial Tangan Kasih

Dalam kunjungan menyalurkan bantuan berupa dana tunai, pakaian untuk anak-anak dan remaja, paket nasi dan snack, perlengkapan mandi lengkap, popok bayi, serta sepatu anak-anak.

Sebagai informasi, Yayasan Kemah Peduli Sahabat Kasih telah berdiri selama 15 tahun dan bergerak di bidang pelayanan terhadap ODGJ. Panti ini didirikan oleh Immanuel, seorang perantau asal Kupang yang mendedikasikan hidupnya untuk merawat mereka yang kerap terpinggirkan oleh masyarakat. 

Saat ini, panti tersebut dihuni oleh 42 orang, mayoritas laki-laki. Sebagian besar di antaranya ditemukan di jalanan atau diantar oleh pihak keluarga.

Yayasan ini memprioritaskan untuk menolong mereka yang berada dalam kondisi paling memprihatinkan—berpakaian compang-camping dan rambut gimbal. Ketika ditanya tentang motivasinya, Immanuel menjawab bahwa ini adalah bentuk syukurnya kepada Tuhan.

“Sebagai anak rantau tanpa modal besar, saya bisa bertahan hidup di tanah orang. Dulu saat saya bekerja, saya sering melihat mereka tinggal di lorong-lorong. Itu sangat menyentuh hati saya,” tuturnya.

Menariknya, ia enggan membicarakan hal-hal menyedihkan selama membangun panti.

“Saya gak mau cerita soal dukanya, karena ini kan pelayanan,” ujarnya singkat.

Ia juga mengamati bahwa banyak penghuni panti datang dari latar belakang keluarga yang tidak utuh atau penuh tekanan. Namun menurutnya, masalah mendasarnya sering kali adalah lemahnya iman.

“Bayangkan, banyak yang dari kecil sudah Kristen, tapi gak tahu doa, apalagi nyanyi lagu rohani. Ketika gagal kuliah, gagal kerja, atau bahkan sudah jadi manajer tapi jatuh juga—karena gak kuat menghadapi hidup.”

Pesannya untuk generasi muda pun sederhana tapi mendalam:

“Hormatilah orang tuamu. Carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semuanya akan ditambahkan, termasuk kedekatan kita secara pribadi dengan Tuhan.”

Dari sisi lain, Anyus—pengurus Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti—menyampaikan bahwa panti mereka dihuni oleh 56 lansia dari berbagai etnis. Syarat untuk menjadi penghuni adalah berusia antara 60–95 tahun, memiliki identitas resmi, dan diantar langsung oleh keluarga untuk kejelasan legalitas.

Dengan dukungan 35 orang petugas, mereka melayani para lansia dengan sistem subsidi silang.

“Biaya perawatan sekitar 2,5 juta rupiah per bulan. Itu sudah termasuk makan tiga kali sehari. Kami berusaha agar semua tetap terlayani secara layak,” pungkasnya. (David)